Labirin Laba-Laba -4
EMPAT
“Kayanya yang satu ini engga ramah.”
Bisik Dodi menelan ludah.
“Kamu menghancurkan sarangku dengan
sapumu! Padahal aku baru saja menyelesaikannya!” sambung laba-laba itu lagi
sambil maju selangkah demi selangkah mendekati Dodi n Nina, membuat kedua
remaja itu tampak makin menciut!
“Dia…dia pasti yang tinggal di…di kolong
meja mesin miniatur itu, Dod!” ujar Nina terbata-bata.
“Kamu hampir saja membunuhku kalau saja
aku enggak langsung menyelamatkan diri!” terdengar suara laba-laba itu lagi.
Kini hewan buas itu jaraknya hanya tinggal semeter dari Dodi n Nina.
“Aku…aku hanya melakukan perintahnya…”
ucap Nina menunjuk kearah Dodi. Tuh cowo’ langsung mendelik.
“Dalam hal ini, kalian berdua sama-sama
salah! Artinya, kamu berdua harus mendapatkan hukuman!” teriak laba-laba itu.
Medadak kaki hewan itu mengeluarkan tali yang panjang, berputar-putar seperti
laso yang langsung mengikat tubuh Dodi n Nina.
“Aduh…ampuuuunnnn…” teriak Nina merasa
nyawanya udah di ujung tanduk. Dodi juga berteriak-teriak minta tolong bagai
orang kehilangan akal!
“Tolooonggg….toloooonnnnnnnggggg!!!!!!!!”
teriaknya kaya orang gila.
“Percuma kalian berteriak minta tolong.”
Ujar laba-laba itu seraya menggulung tubuh Dodi n Nina dengan talinya yang kuat
n kasar bagai tali kapal, “Enggak akan ada yang mendengar. Sebab mereka terlalu
sibuk mengurus rumah-rumah mereka yang telah kalian hancurkan!”
Dodi n Nina berteriak-teriak tanpa
harapan. Mereka diseret oleh laba-laba itu menuju dinding, dan terus ke sudut
langit-langit, dan tau-tau mereka udah berada di jaring laba-laba sangar itu.
“Tolong…ampun…engga lagi-lagi…” rengek
Dodi sungguh-sungguh. Kayanya ajal mereka sudah di depan mata. Laba-laba yang
marah itu tampak engga mau memaafkan mereka.
“Iya…iya, tuan laba-laba, maafkanlah
kami…” tambah Nina menangis terisak-isak.
“Uh, enak aja minta maaf. Setelah kalian
tega-teganya menghancurkan rumah makhluk lain. Sungguh kalian ini makhluk
barbar!” gerutu si laba-laba tertawa mengejek.
“Sudahlah diam! Aku mau makan malam.
Biasanya aku suka makan lalat segar. Tapi karena aku sibuk membangun rumah ini,
aku jadi enggak punya waktu lagi untuk berburu. Jadi, kalianlah gantinya!” ujar
laba-laba itu mengikat serbet di lehernya, persis seperti mau makan di restoran
mahal. Teriakan minta tolong Dodi n Nina engga mengganggu telinganya sama
sekali. Tuh laba-laba malah bernyanyi-nyayi, “Tralala…lala…! Sedikit garam…”
katanya menabur bubuk garam ke atas tubuh Dodi n Nina, hingga kedua remaja ini
semakin keras berusaha melepaskan diri dari tali si laba-laba walopun usaha
mereka sia-sia saja, “Sedikit merica…lalu kecap…”
Dodi n Nina ampir pingsan begitu mulut
laba-laba itu udah begitu dekat dengan mereka, “Hm..nyyaaammm…kalian pasti enak
sekali rasanya. Oh ya, apakah kalian enggak ingin mengucapkan selamat tinggal?”
tanya laba-laba itu. Biasa, udah tradisi banyak hewan mempermainkan mangsanya
sebelum memakannya!
“Ke…kenapa kamu
berselera banget ingin
menyantap kami? Ta..tapi kata si Bulu
dan si Jangkung, laba-laba engga suka makan manusia…” teriak Nina melolong. Air
matanya bercucuran seperti air hujan.
“Apa?” laba-laba hitam yang sudah
memegang garpu dan pisau itu terkejut mendengar ucapan Nina, “Kalian kenal si
Bulu dan si Jangkung?”
“Me..mereka teman kami. Iya kan,Dod?”
“Iya..iya. Me…mereka sangat baik sama
kami, tuan laba-laba!” jawab Dodi cepat.
Laba-laba hitam itu diam sejenak. Dia
tampak berpikir. Bahkan keenam matanya yang diatas kepala kelihatan menerawang,
“Aku adalah sahabat si Bulu dan si Jangkung. Jadi aku enggak mungkin memakan
teman mereka!”
“Wah..senangnya…” ucap Nina menelan ludah
lega.
“Dengar ya!” kata laba-laba hitam itu
sambil melepaskan ikatan yang melilit
tubuh Dodi n Nina, “Teman si Bulu dan si Jangkung adalah temanku
juga. Meski kalian pernah merusak sarang baruku. Kalau begitu, akupun ingin
berbuat baik kepada kalian. Kira-kira apa ada yang bisa kulakukan untuk
kalian?”
Dodi n Nina menggosok-gosok tubuh mereka
untuk menghilangkan rasa sakit akibat lilitan tali laba-laba tadi.
“Memang ada. Tapi kami engga tau apakah
kamu bisa melakukanya atau…” kata Dodi ragu-ragu.
“Katakanlah, sobat!” kali ini laba-laba
itu tampak lebih ramah di mata Dodi n Nina.
Maka…
“Memang agak sulit..” gumam si laba-laba
berpikir sejenak. Satu kaki depannya menggaruk-garuk dagunya, “Tapi jangan
kuatir. Aku ada akal!” katanya menyeringai. Lalu hewan itu menarik nafas
sepanjang-panjangnya n bersiul sekuat-kuatnya. Begitu nyaring hingga Dodi
terkejut n Nina buru-buru menutup telinga dengan kedua telapak tangannya.
Suuiiiiiiiiiiitt………!!!
Setelah beberapa detik, tampaklah
ratusan…bahkan ribuan laba-laba bermunculan dari segala penjuru ruangan.
Semuanya melangkah pasti mendekati tempat si laba-laba hitam berdiri.
“Si Jaring memanggil kita semua, ada apa
ya?” terdengar suara si Bulu diantara ribuan suara-suara lainnya yang jaga
bertanya-tanya pada temannya.
“Mungkin dia ingin berbagi lalat segar
dengan kita. Nyam! Nyam!’ jawab lala-laba lain.
“Atau dia terjerat lagi di dalam
sarangnya sendiri?” gumam si Jangkung terkekeh.
“Ada apa Jaring?” teriak hamper semua
lala-laba.
Si laba-laba hitam yang ternyata bernama
si Jaring, yang sedang berdiri tegak di atas meja menenangkan beberapa
teman-temannya yang masih bersuara, “Dengar saudara-saudara. Teman kita yang
berkaki dua dan bertangan dua Ini punya masalah. Jadi mereka
ingin minta tolong pada kita. Jadi yang harus kita lakukan adalah…”
Tak lama kemudian, tampaklah ribuan
laba-laba bergerak bersama-sama menuju mesin miniatur yang ada di atas meja
keramik.
“Kata si Jaring, benda inilah yang harus
kita bungkus erat-erat.” Kata seekor laba-laba sambil menegluarkan benang
jaringnya dan melilitkannya di pegangan tuas pada mesin pengubah tersebut.
“Ya! Lilit sekuat mungkin seperti kalau
kalian menangkap lalat yang gendut!” kata laba-laba yang lain pula.
“Ayo! Ayo! Kalau kita bekerja
beramai-ramai, hal yang mustahil pasti akan menjadi nyata!”
“Benar! Bersatu kita teguh, kalau
bercerai pasti runtuh!”
“Woiii…jangan pelit Jambul! Gunakan
benang yang tebal!”
“Tampanya benang-benang itu sangat halus.
Apa akan cukup kuat menarik tuas itu ya?” gumam Dodi masih ragu-ragu.
“Tenang saja, Dod! Kamu enggak perlu
kuatir. Jangan kamu lihat dari ukurannya, sebab benang kami bisa lebih kuat
dari baja!” jawab si Jaring bangga.
Tak berapa lama….
Benang-benang ribuan laba-laba telah
menggulung tuas mesin miniatur dengan tebalnya, lalu hewan-hewan itu tampak
bersatu menarik kearah bawah.
“Ayo tariikk!!”
“….dan tarik…dan tarik…”
“Uh…lebih kuat kawan!...”
Nina meremas tangan Dodi sekuat tenaga,
membuat cowo’ itu meringis, “Gua merasa inilah saatnya, Dod!”
Dodi mengangguk setuju, “Kalopun ini
berhasil, siapa yang akan percaya pada kita?”
“Iya. Gua disini, tapi tetap ajah gua
merasa engga percaya dengan semua kejadian yang telah kita alamin.” Jawab Nina
jujur.
“Lihat, tuas itu sudah bergerak sidkit,”
terdengar suara si jaring sambil melompat menjauh dari jarak tembak mesin
miniatur tersebut, “Ok, jangan lupakan kami yaaaaa….”
Tepat pada saat suara si Jaring menggema,
tau-tau tuas tertarik kebawah dengan cepat, lalu menembakkan sinar terang berasap
ke arah Dodi n Nina berdiri. Lalu dalam beberapa detik saja, ukuran tubuh kedua
sobat kita itu membesar secara ajaib.
“Woow!!...Aku merasa segede gunung!”
teriak Dodi gembira.
Nina memeluk cowo’ itu sambil menangis
bahagia, “Kita kembali keukuran normal, itu yang terpenting.’ Isaknya hampir
tak terdengar.
Dodi menepuk-nepuk pundak Nina. Emang
benar kata pepatah, sengsara membawa nikmat!
“Loh, rupanya anda disini, tuan Dodi.
Kami sudah mencari kemana-mana. Bahkan aku sudah mencari keruangan ini sebanyak
tiga kali!” terdengar suara bu Taris, sang sekretaris, malu-malu.
Nina melepaskan pelukannya dan menghapus
air matanya. Sementara Dodi tersenyum amat manis kepadanya. Lalu menoleh, “Kami
abis main petak umpet, bu.” Katanya main mata pada Nina. Cewe’ itu tersenyum.
“Oh, baguslah kalau begitu, tuan. Tapi
sekarang ini adalah waktunya anda untuk menjumpai raja minyak, si Kumis Licin
itu. Dia sudah menunggu sejak tadi.” Kata bu Taris melangkah keluar dari
gudang.
Dodi angkat bahu dan memandang Nina, “Kita
selamat.” Ucapnya tersenyum manis.
Nina mengangguk, “Ya, berkat laba-laba.”
“Ya. Berkat si Bulu, Jangkung, Jaring, n
ribuan teman-teman kita yang sekarang udah entah kemana.”
“Kalo begitu, minggu depan aja kita
bersihkan gudang ini, Dod. Gua capek banget. Mau pulang.”
Dodi menangkap tangan Nina, dan menatap
mata cewe’ itu, “Hm…gw juga capek. Tapi tetap aja harus kerja. Seandainya malam
ini ada yang menemani gw makan malam, pasti rasa capek gw akan hilang dalam
sekejap mata.”
Nina tersenyum, “Maksud lu?”
Dodi tertawa, “Pizza! Gw jemput jam 7
malam ya?”
“Pizza?,” Nina meringis, “Lu bener-bener
engga romantis banget siyh, Dod! Masa ngedate ama cewe’ di Pizza? Arusnya ‘kan
ke restoran, yang ada lilin n pelayan yang siap melayani. Apa lu engga punya uang?
Yah, kalo bagitu, di Pizza juga okey lah…”
Si ceriwis Nina udah kembali. Dodi senang
mendengar tuh cewe’ bila sedang bekicau.
Buru-buru digandengnya sambil melangkah
keluar dari gudang yang penuh dengan kenangan yang engga terlupakan tersebut.
“Well, anak muda Dodi Handoyo. Aku sudah
memikirkan tawaran bisnis anda sejak pertemuan pertama kita tiga hari yang
lalu.” Terdengar suara konglomerat perminyakan itu sambil mengepulkan asap
cerutunya ke udara.
Dodi langsung mengambil posisi duduk di
belakang meja kerjanya, “Artinya, bapak setuju menjual ladang minyak bapak
kepada saya?”
Si Kumis Licin mengangguk-angguk sambil
menyeringai, “Iya. Aku menerima tawaran anda….iiihh! Apa itu? Laba-laba!”
teriak pria bertubuh besar dan berkumis licin yang menempel di atas bibirnya.
Dodi langsung melihat kelantai. Demikian
juga Nina. Sementara si Kumis Licin cepat-cepat menggulung Koran, siap-siap
untuk memukul.
“Rasakan ini, binatang jelek!” di
ayunkannya pukulan korannya ke lantai. Plak! Plok! Terdengar suara pukulan
bertubi-tubi dilantai. “Ini lagi! Aduh…meleset, sial!”
“Pak!” teriak Dodi cepat.
“Udah. Jangan kuatir anak muda. Akan
kuhabisin binatang pengganggu ini!” ujar pak Kumis Licin sok pahlawan. Lalu dia
menungging mencari laba-laba tadi sampai kebawah meja kerja Dodi, “Keluar kamu,
laba-laba jelek!” teriaknya kesal.
“Bapak ini Barbar! Jahat!” teriak Dodi
marah.
Dodi segera mengambil sapu, “Udah pak!
Jangan di cari laba-laba itu, pak!”
Pak Kumis Licin menoleh dan melihat Dodi
memegang sapu dan siap memukul kepalanya, “Astaga, Anak Muda! Apa yang hendak
kamu lakukan dengan sapu itu?” tanyanya heran.
Dodi mengayunkan sapunya keatas.
“Pertemuan kita selesai sampai disini.
Silahkan bapak keluar atau saya akan memukul kepala bapak dengan sapu ini!”
geram Dodi sepeti kesetan.
Pak Kumis Licin cepat-cepat mengambil
tasnya lalu keluar ruangan dengan setengah berlari. Disusul oleh Dodi masih
mengejar dengan sapunya.
“Astaga! Ada apa ini?” tanya bu Taris
terheran-heran melihat atasanya mengejat si raja minyak dengan sapu seperti
anak kecil saja.
“Bapak itu mencoba membunuh laba-laba!”
jawab Dodi masih emosi.
Nina yang berada diruangan itu langsung
berdiri, “Apa? Bapak itu mencoba membunuh apa?” teriaknya hampir engga percaya.
Tanpa ba-bi-bu, diraihnya sapu Dodi dan mengejar pak Kumis Licin secepat
mungkin, membuat lelaki gendut itu ketakutan.
“Aneh! Tiga tahun anak itu menunggu untuk
bisa membeli ladang minyak itu! Sekarang dia malah membuang kesempatan
itu hanya karena
seekor laba-laba!” ujar bu Taris
engga abis pikir.
“Aku kuatir anak-anak itu telah
kehilangan akal sehat mereka, bu Taris.” Gumam seorang pegawai lain sambil
memperhatikan betapa ketakutannya pak Kumis Licin di kejar oleh Dodi n Nina
yang sambil berteriak-teriak dan mengayun-ayunkan sapu ke udara.
“Mosnter! Penjahat! Pembantai!” teriak
Dodi n Nina bersamaan.
- Selesai -
#OneDayOnePost
#DayEleven
#BayarHutang
Comments