CONAN, Act. 1 : The Canibal

by. Someone

 "Ah, sial! Aku terlambat!"

Dengan roti yang masih di mulut, Conan berlari keluar rumah dengan sangat terburu-buru karena 10 menit lagi masuk sekolah. Setelah melewati pagar, dia meletakkan Sky Board—papan seluncur tanpa roda yang berjalan dengan cara melayang—dan melaju pergi.

Dia terus mengumpat kesal sambil terus mengunyah sarapannya yang hampir tidak sempat dimakan itu. Kalau saja semalam tidak ada pertandingan sepak bola, dia tidak mungkin kesiangan seperti sekarang. Ditambah lagi guru yang mengajar adalah guru killer yang sedang menggantikan wali kelasnya untuk sementara. Hukuman yang diterima bisa bukan cuma berdiri di koridor saja nanti. Pasti ada 'plus-plus'-nya. Kalau membayanginya, jadi merinding.


Conan menghentikan laju Sky Board-nya saat melihat seorang pria berlari keluar rumah dengan ekspresi ketakutan. Di belakangnya seseorang berkepala botak dan berkulit pucat mengejarnya dan menerkamnya dengan sangat sadis. Conan hanya terbelalak pucat menyaksikan pemandangan yang sangat tak lazim lebih dari sekedar pembunuhan.

Makhluk itu memakan korbannya tanpa ampun sampai korbannya itu tak lagi bergerak. Darah dari korban menggenang di jalan dan mengotori mulut makhluk yang sedang memakannya itu. Conan sampai tidak sanggup untuk bergerak saking syoknya dia terhadap pemandangan mengerikan itu.

Makhluk botak itu tiba-tiba menatap Conan yang masih terdiam di tempat. Melihat hal itu, Conan segera balik arah dan ngebut secepatnya untuk kabur. Makhluk botak itu mengejarnya. Dia berlari seperti hewan, menggunakan tangan dan kakinya. Tapi, gerakannya sangat cepat. Dia melompat ke atas tembok pagar, mengejar Conan dari atas pagar.

Conan semakin ngebut. Si makhluk botak berkulit pucat itu kelihatannya akan menerkamnya dari atas.

Benar saja. Makhluk itu melompat ke arah Conan. Berkat refleks yang bagus, Conan berhasil menghindarinya. Makhluk itu jadi menabrak dinding pagar yang ada di seberang. Dia pun tidak lagi mengejar, tapi Conan tidak menurunkan kecepatannya. Conan menghela nafas lega.

"Sebaiknya aku segera melaporkan kejadian ini pada polisi."

Secara terpaksa juga, Conan harus rela tidak masuk sekolah hari ini untuk melapor.

~Black Virus~

Conan turun dari Sky Board-nya setelah tiba di sebuah pos polisi terdekat. Namun, dia merasa aneh. Pos yang biasanya rame oleh suara para polisi yang berjaga di sana, kini tidak terdengar apa-apa.

Dia berjalan mendekati pintu masuk. Ketika menengok ke dalam, dia kembali syok dengan penemuan mayat para polisi yang sudah tidak utuh lagi. Darah para polisi itu berceceran di mana-mana, memenuhi pos polisi yang kecil itu. Dia menduga makhluk botak pucat tadi yang melakukannya.

Dengan panik, Conan menggunakan telepon di pos itu untuk menghubungi markas pusat polisi.

"Halo, polisi..."

~Black Virus~

Polisi datang secepat yang mereka bisa. Mereka segera ke dua lokasi yang diberitahukan Conan. Mereka langsung menutup TKP. Conan yang menunggu di pos polisi, kini sedang memberi kesaksiannya.

"Orang aneh berkepala botak dan berkulit pucat?" Megure, seorang inspektur polisi yang berbadan gendut, yang juga datang ke lokasi kejadian, menatap tidak percaya.

"Iya, orang itulah yang membunuh korban yang ada di daerah perumahan sana. Tapi, yang di sini aku kurang tahu. Tapi, kurasa orang itu juga yang melakukannya karena dia itu 'kan kanibal," jelas Conan, meyakinkan. "Dia juga sempat mengejarku, tapi aku berhasil kabur."

Inspektur Megure beserta beberapa polisi yang juga mendengarnya masih belum terlihat percaya. Conan sudah merasakan firasat buruk kalau sampai seperti ini. Pasti dikira dirinya itu kebanyakan nonton film.

"Kelihatannya kau ini kebanyakan nonton film horor, ya," kata Takagi, polisi yang lain.

Apa yang Conan takutkan terjadi. Para polisi itu tidak akan percaya sampai mereka melihat sendiri makhluk itu. Dia pun tidak punya bukti tentang keberadaannya.

Sekilas Conan kembali melihat makhluk botak itu melesat ke atas atap rumah. Sontak dia langsung berseru sambil menunjuk ke rumah tersebut, "Itu! Orang itu melompat ke rumah itu!"

Mendengar kata 'melompat', membuat para polisi menatap aneh pada Conan. Lagi-lagi mereka tidak mempercayai Conan. Kelihatannya mereka berpikir mana mungin ada orang bisa melompati pagar setinggi lebih dari 2 meter itu.

"Aku berani bersumpah! Orang itu melompat masuk ke rumah itu!" Conan semakin ngotot, tapi itu tidak membuat perubahan pada pemikiran para polisi.

Suara jeritan dari rumah yang ditunjuk Conan, membuat seluruh polisi terbelalak. Mereka semua langsung menuju ke rumah tersebut. Conan juga mengikuti mereka ke rumah itu. Pintu didobrak karena terkunci. Pemandangan mengerikan kemudian menyambut mereka semua. Seorang wanita botak dan berkulit pucat sedang memakan pria pemilik rumah dengan sangat sadis. Kegiatan itu berhenti beberapa saat setelah para polisi masuk.

Wanita itu menggeram marah seperti seekor kucing. Giginya yang runcing dan sudah berlumuran darah, dia pamerkan ke semua orang asing yang masuk itu, memperingati untuk menjauh atau lebih tepatnya pergi.

Conan yang baru masuk, terlihat lebih terkejut lagi. Bukan karena pemandangan mengerikan sekaligus menjijikkan di dalam sana, melainkan karena yang menyerang kali ini adalah wanita. Seingatnya yang ditemuinya pertama adalah seorang pria bertubuh kekar. Conan jadi menduga kalau makhluk seperti itu bukan cuma satu saja. Mungkin lebih banyak dari yang dia bayangkan saat ini.

"Nak, jangan dilihat." Mata Conan tiba-tiba ditutup oleh salah seorang polisi dan tubuhnya diangkat keluar rumah.

Polisi yang membawanya keluar rumah itu adalah seorang polisi wanita berambut pendek yang sudah diketahui namanya, karena Conan paling cepat mendapatkan informasi mengenai kepolisian. Polisi itu bernama Sato.

"Pergilah dari sini sejauh mungkin. Cari tempat yang aman," titah Sato. "Di sini berbahaya."

"Tapi, itu..." Conan ingin mengatakan kalau yang ditemuinya bukanlah yang di dalam rumah, tapi ucapannya disela.

"Cepat pergi!"

Secara terpaksa Conan kembali ke pos polisi di mana dia meletakkan Sky Board miliknya. Saat hendak mengambil papan seluncurnya itu, Conan melihat pria botak yang ditemuinya tadi sedang memakan salah satu tim forensik yang sedang memeriksa mayat. Dan yang lainnya sudah dimakan duluan.

Makhluk botak itu menatap tajam Conan. Bocah kacamata itu termundur selangkah. Terlihat di atas meja yang berada di sampingnya, terdapat sebuah pistol revolver yang entah sejak kapan ada di sana. Conan kembali menatap pria botak kanibal itu. Pria itu sudah terlihat berancang-ancang ingin menerkamnya.

Begitu makhluk itu bergerak melesat ke arahnya, Conan langsung menyambar pistol revolver yang dilihatnya itu dan menembak makhluk itu tepat di kepalanya. Makhluk itu langsung jatuh di depannya.

Conan terengah-engah. Wajahnya memucat. Tubuhnya gemetaran. Ada suatu perasaan yang meluap di dalam dirinya.

Wanita botak yang tadi di dalam rumah menerobos keluar dan berlari menuju pos tempat Conan berada. Wanita itu baru saja berbelok, namun sudah disambut oleh tembakan dari Conan yang ternyata sudah siaga lebih awal. Tatapan bocah itu kini menjadi tajam.

~Black Virus~

Megure bersama para polisi lainnya segera kembali ke pos. Namun, mereka menemukan 2 orang kanibal itu telah tergeletak berlumuran darah dengan bagian kepalanya yang bocor oleh peluru.

Di lantai dekat pintu, mereka juga menemukan pistol yang tergeletak dengan 2 buah peluru sudah terpakai. Tapi, mereka tidak menemukan siapa yang menggunakan pistol itu.

Conan cuma memandang dari jauh kerumunan polisi itu di balik tembok pagar. Dia kemudian memandang tangannya yang sempat memegang pistol. Dia tidak menyangka kalau perasaan itu kembali muncul. Perasaan yang sudah lama ia tinggalkan.

Tapi, kelihatannya dia harus kembali memegang senjata di saat dirinya tengah menjalani kehidupan seorang anak SMP yang baru sebulan dijalaninya.

"Cih..."

~Black Virus~

Conan memutar kenop pintu. Tidak terbuka. Terkunci. Dia menghela nafas. Profesor Agasa, orang yang mengasuhnya, pasti sedang berbelanja sekarang. Penemu yang kebanyakan temuannya gagal itu, kenapa musti pergi di saat sekarang ini?

Conan merogoh sakunya. Dia mengeluarkan kunci cadangan yang selalu dia persiapkan untuk saat seperti ini karena Profesor pasti pergi di saat penting dan selalu begitu. Dia membuka pintunya dan segera masuk. Setelah memastikan tidak ada siapa-siapa, terutama para makhluk botak itu, dia menutup dan mengunci pintunya. Dia menutup semua jendela dan menutup tirainya. Dia berlari ke lantai dua dan masuk ke kamarnya.

Tas sekolahnya dia lempar begitu saja ke atas tempat tidur. Dia terus melangkah ke arah peti barang yang terletak di sudut kamar. Dia membuka peti itu. Isi peti yang kebanyakan adalah buku novel dan buku pelajarannya, dikeluarkan semua. Setelah kosong, dia menarik papan yang terdapat di dasar peti. Di balik papan itu terdapat beberapa kotak berwarna hitam yang terbuat dari logam. Dia mengeluarkan salah satu kotak itu dan meletakkannya di atas tempat tidurnya.

Conan terdiam untuk beberapa saat. Dia merasa berat untuk membuka kotak itu di mana ada benda yang membuatnya mengenang kembali masa lalunya yang kelam. Tapi, keadaan sekarang membuatnya harus bertindak kembali seperti dulu.

Setelah dia memantapkan hatinya, Conan membuka kotak itu. Dua buah pistol semi otomatis berwarna hitam beserta sabuknya tersimpan di dalamnya. Kedua pistol itu terlihat sudah banyak dimodifikasi. Conan kembali terdiam menatap senjata itu. Bayang-bayang buruk di saat dirinya menggunakan senjata itu kembali melintas di benaknya.

Dia berlari, dia menembak, orang-orang tak dikenal yang tertawa dan bersorak-sorai saat dirinya berhasil menembak mati lawannya. Semua itu adalah kenangan terburuk dirinya di masa lalu. Kenangan di mana dia merasa seperti hewan aduan yang diadu di arena neraka.

Suara dobrakan membuatnya kembali tersadar. Suara itu berasal dari lantai bawah. Conan segera ke pintu dan mengintip keluar. Terlihat di lantai 1 sesosok makhluk botak yang sama seperti yang dibunuhnya tadi, tapi wajah dan bentuk tubuhnya berbeda.

Conan kembali menutup rapat pintu kamarnya. Dia berlari kembali ke hadapan kotak logam hitam yang masih berada di atas tempat tidurnya itu. Dengan perasaan yang masih terpaksa, Conan mengambil kedua senjata api itu.

Pintu kamarnya tiba-tiba didobrak sampai hancur berkeping-keping. Makhluk botak itu berhasil menemukannya. Conan yang sudah siap, mencabut kedua pistolnya dari sabuknya di bagian belakang dan mengarahkannya ke pria botak yang mirip monster itu. Makhluk itu berlari ke arahnya, Conan segera menembak. Makhluk itu dengan gesit berhasil menghindari semua tembakan.

Merasa semakin terhimpit, Conan berlari menuju jendela sambil terus menembak. Lalu, dia melompat mendobrak jendela. Tanpa kesulitan, Conan mendarat dengan mulus di atas tanah. Dia menengok ke atas. Ternyata makhluk botak itu juga melompat menyusulnya. Conan segera berlari. Dia berlari ke depan rumah dan menyambar Sky Board yang dia letakkan di dekat pintu masuk. Dia menaikinya dan langsung melaju pergi.

Makhluk botak itu mengejarnya dari belakang. Dengan sedikit kenekatan, Conan memutar balik Sky Board- nya sehingga dia melaju mundur. Dia membidik makhluk itu. Dia belum menembak. Dia menunggu agar tembakannya bisa mengenai sasarannya hanya dengan satu tembakan.

Setelah menunggu, saatnya pun tiba. Conan langsung melepaskan tembakan dari pistol di tangan kanannya. Pelurunya melesat dan tepat mengenai kepala makhluk botak itu. Makhluk itu langsung rubuh dan terguling-guling di atas aspal. Melihat lawannya sudah tewas, Conan menghentikan laju Sky Board-nya.

Dengan hati-hati Conan mendekat, memastikan apakah makhluk itu masih hidup atau benar-benar sudah tewas. Dia mendekat sambil membidikkan pistolnya. Setelah dirasa benar-benar tewas, Conan membalikkan tubuh makhluk yang tersungkur itu. Kulit makhluk itu bukan cuma berwarna pucat, tapi juga nampak tipis karena terlihat urat-urat aliran darah. Kelihatannya makhluk itu sebelumnya adalah manusia.

Conan mengeluarkan sebuah tabung kecil dari sakunya. Dia menampung darah monster yang baru dibunuhnya itu. Dia pikir Profesor Agasa mungkin bisa meneliti darah makhluk yang satu ini.

Setelah isi tabung dirasa cukup, Conan menyimpan kembali tabung tersebut. Setelah itu, dia menaiki Sky Board dan melaju pergi.

~Black Virus~

Seorang kakek gendut berambut putih yang bagian tengah kepalanya botak, terlihat berjalan memasuki pagar rumah. Namun, langkahnya terhenti karena dia dikejutkan dengan pintu rumahnya yang sudah hancur. Kebetulan di saat yang sama Conan juga tiba.

"Profesor!" panggil Conan.

Kakek itu menengok dan melihat Conan yang datang. "Oh, Conan. Kukira kau ke sekolah."

"Aku mendapat masalah dalam perjalanan. Sampai pulang pun masalah itu tetap mengikuti," jelas Conan.

Profesor yang pastinya adalah Profesor Agasa itu terkejut. "Jadi tadi kau pulang? Kalau begitu apa yang telah terjadi sampai pintu rumah hancur seperti ini?" tanyanya.

"Mungkin ini sulit dipercaya, tapi ada makhluk aneh seperti manusia, namun berkepala botak dan berkulit pucat, yang entah dari mana muncul dan memangsa orang-orang. Salah satu dari mereka datang ke rumah, tapi aku sudah mengatasinya biarpun itu harus dengan cara dibunuh."

"Kau membunuh? Bukannya kau sudah berhenti?" tanya Profesor Agasa heran.

"Aku tahu! Tapi, itu terpaksa!" Conan menjadi histeris. Tangannya mengepal kuat.

Profesor Agasa menepuk pelan pundak bocah kacamata itu. "Tak apa asalkan itu bukan kau yang memulainya. Lagipula tadi kau bilang dia itu memangsa orang-orang, 'kan?"

Conan mengangguk pelan.

"Baiklah, sebaiknya kita bicarakan ini di dalam." Profesor Agasa menatap miris pintu rumahnya. "Dan kurasa pintu depan tidak bisa kita gunakan. Untuk sementara akan kutambal dulu supaya tidak ada pencuri yang masuk."

~Black Virus~

Conan memberikan tabung berisi darah monster ketiga yang telah ia bunuh itu pada Profesor Agasa. Dengan cekatan Profesor Agasa langsung mulai menelitinya.

Setelah sekitar 2 jam meneliti, akhirnya Profesor selesai. Dia memperlihatkan hasil penelitiannya pada Conan yang sedang duduk di ruang tamu sekaligus ruang tengah itu.

"Menurut hasil penelitianku, darah ini memang darah manusia. Namun, ada sesuatu di dalam darahnya yang seperti virus atau semacamnya. Virus itu memakan sel darah merah dan menggantikannya. Awalnya virus ini dapat membuat orang yang terinfeksi menjadi kuat, tapi lama kelamaan mulai tidak terkendali karena virus ini juga mengkonsumsi energi dan nutrisi jauh lebih banyak dari yang manusia biasa konsumsi. Itu sebabnya mereka mulai memakan apa saja bahkan tidak segan untuk memangsa manusia demi mengisi kembali semua kebutuhan tubuhnya itu. Kalau tidak, tubuhnya sendiri yang akan dikonsumsi oleh virus tersebut. Bisa dibilang kalau virus ini juga semacam parasit," jelas Profesor Agasa.

"Apakah ada cara untuk melenyapkan virus ini dan mengembalikan orang-orang yang terinfeksi seperti semula?" tanya Conan.

"Kurasa itu akan sulit ditemukan. Masalahnya virus ini berkembang dan bermutasi dengan cepat. Bisa saja di saat kita sudah berhasil menemukan obatnya, ternyata virus itu sudah kebal," jawab Profesor Agasa.

"Ternyata sulit, ya," gumam Conan. "Kalau begini kenyataannya, berarti tidak ada cara lain untuk menghentikan mereka selain membunuhnya?"

"Kurasa begitu."

"Lalu, apa virus ini menular?"

"Tentunya menular juga dan kelihatannya cara penularan virus ini layaknya penularan rabies dari anjing gila. Bila tergigit dan masih hidup, maka akan berubah menjadi seperti mereka juga. Bila bersentuhan, kurasa tidak apa-apa asalkan cairan tubuh mereka, seperti darah, tidak mengenai bagian tubuh yang terluka. Itu juga bisa menularkan virusnya."

Conan merenung. Virus ini kelihatannya bukan untuk pengobatan atau lainnya dan ada kemungkinan bukan untuk dijadikan sebagai senjata biologis. Kelihatannya virus ini dibuat untuk semacam doping, tapi tidak disangka malah berakhir menjadi makhluk yang memangsa manusia. Biarpun ini belum pasti, tapi Conan sudah menduga siapa dalang semua ini.

Organisasi Hitam...

To be continued...

Ps. Penulis tidak ingin diketahui namanya. Harap maklum. :D

Comments

Popular posts from this blog

Lirik Lagu Anak-Anak Indonesia

Fenomena "Sudah Dibaca Jutaan Kali"

Mengapa Novel Bisa Membosankan?