CONAN, Act 9: The Man

Suara tembakan menggema di mana-mana. Banyak mayat dari sosok makhluk kanibal yang terbaring tak bernyawa di sepanjang jalan. Ada juga mayat dari para manusia yang dijadikan mangsa mereka. Conan dan kawan-kawan terus berlari sambil menembus kepungan para makhluk kanibal yang terus berdatangan tanpa henti.

Kaito berhenti. Dia mengeluarkan sebuah granat yang entah dari bagian mana tubuhnya, mencabut kunci pengamannya dan melemparnya ke belakang di mana para makhluk kanibal sedang mengejar mereka. Ledakan besar menghempaskan para makhluk yang hanya dikuasai oleh rasa lapar mereka.

Kaito kembali berlari menyusul teman-temannya yang sudah agak jauh dan kembali menembak para makhluk kanibal yang bermunculan dari gedung-gedung kosong di sampingnya.

Conan yang berada paling depan terus menembak monster-monster­ kelaparan yang bermunculan di depan. Sesekali dia melancarkan serangan fisik yang kemudian disusul dengan tembakan. Ai, Ran, dan Shinichi juga berusaha semampu mereka untuk mencegah para makhluk kanibal mendekati mereka.

"Mereka tidak ada habisnya," keluh Ran. Dia mulai tampak kelelahan karena terus berlari sejak dari stasiun tadi sambil menangani para makhluk kanibal yang mengejar mereka.

Ai, Shinichi, dan Kaito juga terlihat sama kelelahannya. Cuma Conan yang dirasa masih punya banyak tenaga karena dia masih bisa melawan monster-monster­ itu dengan kekuatan penuh. Semenjak dia diberikan obat oleh Ai di markas Organisasi, tenaganya jadi bertambah berkali-kali lipat. Biarpun memang menguntungkanny­a dalam kondisi sekarang, tetap saja dia merasa suatu saat nanti akan merasakan efek sebenarnya dari obat itu.

Conan mempercepat larinya, lalu dengan sekuatnya dia menendang salah satu makhluk kanibal yang menampakkan diri di hadapannya dengan tendangan di udara. Makhluk itu terlempar menghantam kawanannya yang berada di belakangnya. Lalu, dia menembak mereka hingga semuanya tidak ada yang bergerak.

Wajahnya semakin mengeras. Dia sudah semakin tidak tahan dengan para makhluk kanibal yang sebenarnya masih bisa kembali menjadi manusia itu.

Menjelang malam, serangan mereda. Tapi, bukan berarti sudah berhenti. Kelihatannya para makhluk kanibal di tempat mereka berada sedang tidak ada. Jadi, mereka bisa istirahat sebentar. Sebuah gedung yang kelihatannya merupakan sebuah kantor swasta surat kabar menjadi tempat peristirahatan mereka. Gedung itu masih terlihat bagus. Pintu dan jendelanya masih utuh biarpun bagian dalamnya cukup berantakan. Mungkin dikarenakan para pegawainya terburu-buru pergi meninggalkan tempat mereka saat penyerangan terjadi. Dan ketika serangan para makhluk kanibal lewat, mereka semua sudah tidak ada di dalam gedung itu sehingga tidak dimasuki oleh makhluk-makhluk­ itu. Terbukti dengan tidak ditemukannya jejak darah atau serangan di sana.

"Tidak buruk untuk dijadikan tempat istirahat," komentar Ai. Nadanya terdengar agak sarkastik. Dia pun terlihat kurang suka dengan kondisi bangunan itu.

Conan, Kaito, dan Shinichi mencoba mengganjal pintu dan jendela agar tidak mudah diterobos dengan beberapa lemari dan meja. Untuk lemari yang terbuat dari besi dan besar yang bahkan 3 orang belum tentu dapat memindahkannya,­ Conan yang memindahkannya.­ Untunglah Ran tidak melihatnya karena dia dan Ai sedang mempersiapkan tempat untuk tidur. Kalau tidak, dia akan mematung dan menganga melihat seorang remaja 13 tahunan mengangkat sebuah lemari besi besar. Itu kata Shinichi.

Setelah dirasa cukup banyak barang yang digunakan untuk menahan pintu dan jendela, mereka bertiga pergi ke tempat Ai dan Ran berada di lantai 2. Para gadis sudah selesai membersihkan tempat mereka. Ada beberapa makanan dan beberapa botol minuman yang mereka temukan di dapur kantor. Sebatang lilin dijadikan penerangan di ruangan itu. Mereka tidak ingin menarik perhatian lebih dengan membuat ruangan terlalu terang.

Mereka kemudian menyantap makanan yang ada. Setelah itu, mereka semua diam tanpa ada yang mengeluarkan sepatah kata pun. Hanya diam dalam keheningan. Ketika lilin sudah terbakar semua hingga padam, mereka semua sudah terlelap karena sangat kelelahan.

~Black Virus~

Conan mendadak terbangun. Dia mendengar banyak langkah di luar. Segera dia bergerak ke jendela dan mengintip dari balik tirai. Dia terkejut dengan banyaknya para makhluk kanibal berlarian seperti sedang mengejar sesuatu. Namun, dalam sekejap mereka semua terlempar kembali ke belakang seperti dihempaskan angin kencang. Dia juga merasakan hawa yang sudah tidak lagi asing baginya.

Tak lama kemudian seseorang datang dari arah berlawanan dengan kedatangan para makhluk kanibal yang kini semua terbaring tak bergerak. Orang itu mengenakan pakaian serba hitam. Rambutnya panjang. Dengan penerangan dari lampu jalan yang masih menyala biarpun berkedip-kedip,­ Conan dapat melihat warna rambutnya dan langsung terbelalak. Warna perak terang. Sama dengan pria yang mencegatnya dulu.

"Gin... Dia di sini."

Conan menoleh ke belakang ketika mendengar suara Ai yang bergetar. Dia melihat gadis itu sedang duduk sambil memeluk tubuhnya sendiri yang gemetar hebat.

"Kita harus segera pergi!" desis Ai. Dan dengan terburu-buru karena panik, dia membangunkan yang lain.

Gin... Nama itu cukup tidak asing bagi Conan karena dia sering mendengar nama itu dari anggota Organisasi Hitam yang lewat di depan penjaranya dulu. Tapi, belum pernah sekali pun dia menemui orang yang bernama Gin itu. Mereka sering mengatakan kalau Gin adalah monster sebenarnya. Dia kuat walaupun tanpa menggunakan obat sama sekali. Dia pun sangat dingin dan tak pernah segan dalam membunuh biarpun itu sesama anggota Organisasi. Tapi, dia jarang ikut dalam kegiatan Organisasi. Mungkin untuk menyembunyikan kekuatannya itu. Soalnya kadang dia suka bertindak semaunya sendiri kalau sudah menyangkut membunuh.

Dan... mengenai kata-kata Ai barusan... apakah yang dia maksud adalah pria berambut perak itu?

Kaito, Shinichi, dan Ran langsung terbangun setelah Ai membangunkan mereka. Mereka semua masih terlihat sangat mengantuk. Ya, sekarang saja masih tengah malam. Tapi, cukup mengherankan juga mereka bisa terlelap di tengah kota penuh makhluk pemakan manusia yang kelaparan.

"Ada apa?" tanya Ran, mengucek matanya.

"Kita harus pergi!" kata Ai. "Sekarang!"

Bertepatan dengan itu, Conan merasakan ada yang mendekat dari belakang, dari arah jendela. Dia menoleh dan dapat melihat sesosok bayangan di tirai yang semakin membesar. Lalu, dalam sekejap ruangan tempat mereka berada hancur disertai dengan suara dentuman yang keras. Conan dan kawan-kawan pun terhempas dan terbaring kesakitan.

Dinding ruangan berlubang besar. Pria bersetelan serba hitam dan berambut perak itu kini berdiri di depan lubang itu. Matanya menyorot tajam.

Conan segera kembali bangkit dan pandangannya langsung tertuju pada mata pria itu. Tatapan yang sama seperti yang ia lihat terakhir kali.

"Sherry...," pria itu bergumam. Pandangannya mengarah pada Ai yang baru saja kembali duduk.

Wajah Ai menjadi pucat. Gadis itu segera bergerak mundur hingga menyentuh dinding di belakangnya. "Gin..."

Pria itu ternyata memang Gin. Dia memang kuat seperti yang diceritakan. Conan sendiri sudah pernah sekali berhadapan dengan pria itu dan merasakan besarnya kekuatannya.

Kaito, Shinichi, dan Ran baru saja bisa kembali mendudukkan diri mereka yang langsung melihat Gin yang sedang berdiri di hadapan mereka. Mereka bertiga pun langsung terkejut dengan kemunculan pria berambut perak itu. Wajah Kaito yang paling terlihat terkejut. Kelihatannya Gin adalah pria yang dia maksud saat di stasiun tadi.

"Sherry... Kau harus ikut denganku," kata Gin yang ditujukan pada Ai itu. Sepertinya "Sherry" adalah nama sandi yang diberikan pada Ai. Organisasi Hitam memang mewajibkan anggotanya memiliki nama sandi agar tidak mudah ditemukan data para anggotanya sebenarnya sehingga sulit dilacak. Seperti halnya Conan yang dipanggil "C-1" biarpun dia cuma manusia aduan.

Ai malah semakin memundurkan tubuhnya biarpun tidak lagi dapat bergerak lebih jauh karena tertahan oleh dinding. Conan segera berdiri di hadapan Gin, menghadangnya. Tangannya sudah siap mencabut pistolnya. Dia memang sudah merasakan betapa kuatnya Gin, tapi dia tidak akan mundur untuk menghadapinya sekali lagi. Dia pun tidak akan membiarkan Ai ditangkap. Organisasi pasti ingin Ai membuat obat untuk mereka. Bahkan mungkin lebih buruk; mempertanggungj­awabkan apa yang ia perbuat sehingga markas porak-poranda.

Gin menyipitkan matanya. "C-1... Kau bermaksud melawanku?"

"Ya, tidak akan kubiarkan kau membawanya. Apa pun alasannya," desis Conan.

"Bagaimana kalau kukatakan bahwa harddisk yang kalian miliki, yang kalian ambil dari markas lama, tidak berisi data yang kalian cari?"

Conan dan Ai terkejut. Tapi, mereka tidak langsung mempercayainya.­ Bisa saja itu jebakan. Tapi, ekspresi Gin sama sekali tidak menunjukkan kalau dia berbohong. Conan yang bisa membedakan orang yang berbohong atau tidak, melihat pria itu benar-benar jujur. Tapi, bagaimana pria itu bisa tahu kalau mereka memiliki harddisk yang berasal dari markas lama?

"Kalau menginginkan datanya, kau bisa ikut denganku ke tempat kami, Sherry," tawar Gin. "Kalau kau tidak punya datanya, kau tidak bisa membuat obat penawar untuk semua kekacauan ini, 'kan?"

"Sudah kubilang, aku tidak akan membiarkanmu membawanya!" bentak Conan.

"Aku ikut."

Conan terdiam. Begitu pula dengan ketiga kawannya yang lain. Conan pun menoleh, melihat Ai yang sudah berdiri dan tidak merasa takut lagi.

"Ai..." Conan menatap tidak percaya.

"Aku akan ikut denganmu, Gin," ucap Ai. Dia tampak yakin. "Sebaiknya kau benar. Kalau tidak, tidak akan ada obat penawarnya yang aku yakini Organisasi juga sedang membutuhkannya.­"

Gin tidak berkata apa-apa.

"Apa maksudmu, Ai? Kau jangan mengikutinya. Itu mungkin jebakan!" ucap Conan lantang. Dia harap agar Ai merubah pikirannya itu.

Ai melangkah maju perlahan.

"Ai, jangan...," Ran juga mencoba mencegah, namun tubuhnya tak bisa digerakkan untuk mencegatnya.

Ai kemudian berhenti di samping Conan yang masih terdiam di tempat. Kemudian, dia berbisik, "Aku tahu kalau kau sama sekali tidak melihat adanya kebohongan dalam ucapannya."

Conan semakin terdiam.

"Kalau aku bisa mendapatkan datanya, maka aku bisa membuat obatnya. Lalu, aku akan berusaha mengirimnya padamu," sambung Ai. Lalu, dia kembali melangkah maju mendekati Gin yang sedang menanti.

Conan mengepalkan tangannya dengan erat. Mengirim obatnya dari markas Organisasi pasti sangatlah tidak mungkin. Kalau ketahuan, bisa saja Ai akan dibunuh. Dia tidak mau itu terjadi.

Conan pun berbalik dan saat itu pula pukulan telak dari Gin mengenai perutnya. Bocah kacamata itu kemudian terlempar ke belakang dengan cepat dan menghantam dinding dengan keras hingga retak dan sedikit berkawah. Lalu, tubuhnya jatuh tak berdaya di lantai. Pukulan Gin itu lebih kuat dari yang sebelumnya. Jauh lebih kuat. Kaito, Shinichi, dan Ran sampai terbelalak melihatnya. Melihat tindakan Gin yang sama sekali tidak mempedulikan kalau Conan masih tergolong masih kecil untuk mendapat pukulan sekeras itu yang orang dewasa saja belum tentu dapat bertahan.

"Conan!" Kaito memaksakan tubuhnya yang masih kesakitan untuk bergerak menghampiri Conan yang berusaha kembali bangkit sambil meringis.

Ketika Conan mengangkat kepalanya, Ai sudah dibawa pergi oleh Gin. Tubuh Ai dipegang oleh pria dingin itu dan kemudian mereka melompat ke belakang, melompat begitu saja jatuh ke bawah.

Tanpa peduli dengan rasa sakit yang masih membekas, Conan berdiri dan berlari ke arah lubang di dinding. Dia melihat Ai yang sudah berada di dalam sebuah mobil hitam yang tampak antik. Gadis itu terus menatap ke arah luar jendela, ke arah gedung tempat teman-temannya yang lain berada. Kemudian mobil itu melaju pergi dengan cepat.

"AI!"

To be continued...

Comments

Popular posts from this blog

Lirik Lagu Anak-Anak Indonesia

Fenomena "Sudah Dibaca Jutaan Kali"

Mengapa Novel Bisa Membosankan?