Hujan Cinta Dari Allah

Baru saja aku selesai megeluarkan seluruh isi keranjangku dan menyusunnya di atas meja kecil, mendadak terdengar suara guruh menggelegar di langit. Aku langsung menatap langit yang menggelap.

‘Ya, Allah, jangan! Kumohon ....”

Belum selesai permohonan yang kuajukan di dalam hati, hujan sudah turun bagai dicurahkan. Aku panik. Serta merta aku meraup barang daganganku dari atas meja agar tidak kebasahan. Tapi tiba-tiba sesuatu terasa meneduhiku, serta meja kecilku.

“Kau?” mataku melotot kaget. Seorang cowok tampan berdiri dengan memegang sebuah payung lebar. Dia adalah Dimas, teman sekelasku di kampus. Tampan, anak orang kaya, dan rasanya tak mungkin cowok sesempurna itu bisa berada tepat di hadapanku.

“Tadi waktu melintas, gak sengaja lihat kamu, Tin. Hm, hujannya deras banget. Mau kuantar pulang?”

“Tidak!” 

Dimas menatapku lekat. Aku membalas tatapannya dengan tegas. Rasanya suara kecil adikku di kampung, kembali terngiang di otakku. ‘Kak, lebalan nanti, beliin dedek baju Ultlamen, ya?’ Wajah lugunya yang penuh harap, bagai membakar semangatku. Mendadak aku merasa hujan takkan mampu menghalangiku untuk mengumpulkan uang.

Tapi entahlah apakah Dimas akan menertawai pekerjaanku di luar jam kuliah. Kulihat, ia bicara di ponselnya. “Guys, aku sudah menemukan tempat kita berbuka puasa sore ini.”

Tak lama, aku pun mulai sibuk menyiapkan sosis dan bakso goreng untuk para tamuku yang mulai berdatangan. Dimas yang tetap memayungiku, sesekali kulirik, tampak tersenyum lembut kepadaku. 
end

Cerita ini terinspirasi dari kisah teman yang harus menghidupi kedua anaknya, dengan berjualan sosis di bazaar atau pasar malam. Kehidupan keras seorang janda tak menggoyahkan langkahnya dalam mengumpul rupiah demi rupiah. Dan Alhamdulillah, cerpen ini menjadi 5 besar event Ramadhan kemaren di Penerbit UNSA.

Comments

Dewie dean said…
Usaha bakso bakar yok, da.

Popular posts from this blog

Lirik Lagu Anak-Anak Indonesia

Fenomena "Sudah Dibaca Jutaan Kali"

Mengapa Novel Bisa Membosankan?