Jangan Dimakan!


"Jangan dimakan!"

“Hah? Apa?” tanyaku menoleh ke belakang. Tetapi tidak ada seorangpun di sana. Jadi, suara siapa yang kudengar tadi?  

“Jangan dimakan!” bisikan itu kembali terdengar.

“Hei, siapa di situ?” teriakku cepat. Kuperiksa satu persatu kamar-kamar wc di toilet itu. Kosong. Ya, ampun! Apa aku sedang berhalusinasi?

“Jangan dimakan!”

Satu bisikan lagi yang langsung membuatku takut dan menghambur keluar. Toilet setan! Ada suara, namun tak ada pemiliknya, pikirku segera bergabung dengan seluruh keluargaku di rumah makan. Di sana, Ayah dan Ibu sedang berbicara dengan pemilik rumah makan. Lalu kedua kakakku, serta Paman dan Bibi, kami semua duduk menghadap ke meja makan dengan wajah tercengang.
Yah, gimana tidak? Ada begitu banyak hidangan di atas. Bukan hanya nasi, bermacam-macam ikan, daging, dan sayuran, tetapi juga aneka kue, minuman dan buah-buahan. Benar-benar mengundang selera. Namun anehnya, semuanya gratis! Kata pemilik rumah makan, kami adalah tamu istemewa. Jadi tak perlu membayar. Aneh, kan? 

Bahkan, sejak awal, Ayah bilang, perjalanan kami memang terasa aneh. Tiba-tiba cuaca berkabut tebal, matahari terbenam lebih cepat dari biasanya, lalu keempat ban mobil Ayah bocor secara bersamaan.

“Tak perlu sungkan-sungkan, ayo, silahkan makan, semuanya gratis kok,” terdengar suara pemilik rumah makan itu ramah. Bahkan ia dan para pembantunya dengan tangkas menuangkan makanan ke masing-masing piring kami. Padahal Ayah dan Ibu sudah menolak dengan halus. Dan saat kulihat kedua kakakku, paman, dan bibi mulai mengulurkan tangan untuk mengambil makanan tersebut, suara di toilet, kembali menggema di kepalaku. 

“Jangan dimakan! Jangan dimakan!”

Ah, itu pasti sebuah peringatan untuk ini. Bisikan itu melarang kami untuk makan, meski aku tidak tahu apa alasannya. Tapi ... bagaimana aku mampu menghentikan selera dan rasa lapar yang menguasai kami? 

“Pa, Ma, jangan ....” suaraku tenggelam dalam deruan haru biru pujian dan ucapan terima kasih atas makanan yang akan kami santap. Lagi pula, siapa yang akan mendengar larangan anak berusia enam tahun?
Terpaksa kuputuskan untuk melakukan sesuatu yang paling nakal, yang pernah terpikirkan olehku. Aku naik ke atas kursi dan mengencingi semua makanan di atas meja, membuat keluargaku tercengang dan tak jadi makan. Sementara semua orang di terminal aneh itu mendadak meraung marah dan mengamuk. Mereka tampak menggeletar kesakitan. Lalu meledak menjadi debu dan lenyap. Hanya tinggal kami sekeluarga berdiri terbengong, di tengah hutan.

-end- 
  
#OneDayOnePost
#Day15

Comments

Popular posts from this blog

Lirik Lagu Anak-Anak Indonesia

Fenomena "Sudah Dibaca Jutaan Kali"

Mengapa Novel Bisa Membosankan?