Labirin Laba-Laba -1

SATU

Rumania.

Negara yang memiliki banyak bangunan tua bersejarah, dan tentu saja memiliki misteri tersendiri. Ada beberapa orang emang suka dengan hal-hal yang menegangkan. Tapi banyak juga yang bener-bener engga kepengen  ngalamin hari yang aneh n misterius. Namun siapa yang dapat menolak kedatangannya???........

Suatu sore, setelah pulang sekolah, tampak dua anak gaul yang lagi heboh di sebuah ruangan luas yang dipenuhi berbagai barang aneh, unik, n usang. Ada lemari, meja,kursi,lukisan,pilar, lampu-lampu hias, barang pecah belah,alat-alat olah raga,aneka bentuk patung,guci,dan macam-macam benda yang belum pernah dilihat oleh kedua manusia yang ada di ruangan pengap itu. Semuanya berantakan dan penuh debu n sarang laba-laba. Bikin geregetan aja.

“Uhuk…uhuk….kapan seh neh gudang terakhir kali dibersihin? Gila banget kotornya.Banyak jebakan lagi dimana-mana.” Gerutu Nina terbatuk-batuk setelah sapunya berputar-putar dilangit-langit gudang.

“Eehh…kapan ya?” Dodi, cowo’ keren pemilik gudang tua itu ikut senewen juga menghadapi situasi yang kacau balau tersebut, “Kalo engga salah,” katanya sambil mengangkat kardus penuh debu dari satu tempat untuk disusun di tempat yang lain, “Kata nyokap gw, waktu itu gw masih usia 6 ato 7 tahun gitu deh…”

“Apaaahhhh??...Itu seh skitar sepuluh taunan yang lalu!”
Teriak Nina menebas jaring laba-laba yang menyangkut di rambut ikalnya.

“Namanya juga gudang, pastilah…ehm, agak sumpek.” Gumam Dodi sedikit menghibur.

“Agak sumpek?” Nina nyengir, “Ini mah super sumpek namanya. The king of sumpek. Kaisar dari segala kesumpekan.”

     Dodi tertawa, “Jangan ngedumal gitu dong. Kaya nenek Utih aja lu.”

“Bahkan omongan nenek Utih yang berlepotan n ngawur masih bisa gua maklumin…” Nina yang emang sedikit ceriwis terdiam saat matanya menangkap sebuah benda ajaib di atas menja keramik, “Itu…kaya pernah gua liat deh…” katanya mendekati benda yang dimaksudnya.

Dodi menoleh, “Oh…itu.” Katanya cuek sambil menyeret karpet tua ke sudut gudang, “ Kalo engga salah itu namanya…”

“Mesin miniatur kuno!” seruh Nina lebih cepat. Sinar matanya tampak berbinar. Walo agak ceriwis, tuh cewe’ iptek banget, engga gatek kaya kebanyakan cewe’ yang melulu entertainer.

“Yeah. Itu penemuan hebat bokap gw! Bisa mengubah elu menjadi seukuran kelereng hanya dalam 5 detik!” ujar Dodi bangga.

Nina memperhatikan mesin pengubah itu dengan seksama. Biasanya yang namanya mesin, ukurannya pasti gede. Kaya mesin waktu yang di filem-filem, ato semacamnya. Tapi temuan bokap Dodi ini  adalah miniaturnya. Bentuknyapun amat sederhana.

Kaya teko gendut. Namun  ada  sebuah  lampu  di ujung  bagian atas mesin, juga semacam corong di sisinya n tuas serta kabel-kabel yang kusut terjuntai kelantai bercampur dengan jaring laba-laba.
“Kira-kira mesin ini masih fungsi engga ya?”

“Sepuluh taun yang lalu? Maybe.” Jawab Dodi tersenyum, “Gw engga begitu yakin, Nin. Tapi kalo lu mau ngebersihinnya, please jangan sentuh bagian tuas or apalah namanya. Gw takut ntar nyala pula. Tau-tau kita udah sebesar semut!”

“Siap Komandan! Perintahmu adalah tugasku!” Ujar Nina berdiri tegak n memberi hormat dengan memutar-mutar sapunya seolah sedang melakukan atraksi senjata. Lalu dijulurkannya sapu tesebut kebawah kolong meja mesin pengubah tersebut untuk membersihkannya dari debu dan jaring laba-laba. Seekor laba-laba tampak buru-buru menyelamatkan diri.

“Gudang ini udah merupakan kerajaan laba-laba. N kita datang mengganggu kaya gerombolan raksasa yang jahat n kejam.” Nina mulai ceriwis lagi.

Tapi Dodi udah biasa, so dia engga terganggu sama sekali. Justru dia ngerasa  terhibur.  Nina  anaknya  asik siyh.  Selalu  happy n engga pernah keliatan sedih or marah. Di sekolah, Nina juga tergolong cewe’ ngetop karena pinter n ramah. Cowo’-cowo’ banyak yang suka ama dia sebab nyambung kalo di ajak ngobrol n belum punya pacar! Dodi bersyukur bisa duduk sebangku dengan tuh cewe’. Yah, sapa status persahabatan bisa maju setingkat lebih tinggi?....;-)

“Ahem…permisi…!” terdengar sebuah suara dari arah pintu gudang. Lalu muncullah pak Terpin, teman seperjuangan ayah Dodi. Dia adalah laki-laki berkacamata tebal dengan rambut yang tipis n bergigi jarang. Orang yang ramah n cerdas seperti professor.

“Nona Taris mengatakan saya bisa menemui anda disini, tuan Dodi.” Katanya dengan sopan.

Dodi menoleh, “Wah, pak Terpin rupanya. Astaga!
Gua lupa banget kalo hari ini bapak akan datang. Maklum, masih anak-anak”.

Pak Terpin tersenyum lebar, “Tidak masalah. Akupun pasti lupa kalau saja sekretaris anda tidak menelepon saya, tuan.”

“Yeah, Bu Taris juga meneleponku tadi malam. Katanya ada yang hendak bapak perlihatkan kepada saya.” Ucap Dodi penuh harap.

Sejak kecil, Dodi harus mandiri. Harus dapat memutuskan segalanya. Harus mampu membedakan antara bisnis dan bermain. N yang terpenting adalah harus kuat dan pintar. Sebab, ayahnya, sang raja perusahaan Hi Tech yang dimilikinya sekarang, sudah meninggal dunia sejak Dodi berusia 5 tahun. Lalu ibunya menyusul meninggalkannya 5 tahun kemuadian. Dan dia adalah anak tunggal yang engga kenal manja n hura-hura. Bekerja siang malam karena dia adalah boss besar, benar-benar membuatnya engga sempat keluar rumah untuk apa ajah.

Termasuk sekolah. Semua dilakukan di rumah, disebuah ruangan besar yang lengkap dengan segala macam perlengkapan. Dari peralatan kantor, belajar, makan,mandi, bahkan lapangan golf mini ada disana. Semua hal dilakukannya di ruangan sepi tersebut. Dodi punya segalanya namun jelas-jelas engga bahagia. Sampai dia memutuskan untuk bersekolah di luar, di sekolah umum, yang membuatnya bertemu dengan hal-hal yang serba sederhana.

Termasuk Nina, teman yang sederhana. N semuanya, membuatnya bahagia.  

“Benar, tuan Dodi.” Terdengar suara pak Terpin berdehem-dehem, “Sebuah karya besar.”

“Wah, hebat!” seru Dodi gembira, “Nin, kenalkan pak Terpin. Salah satu peneliti senior di laboratorium teknologi ini.”

Nina melepas sarung tangan, lalu mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan pak Terpin, “Halo, saya Nina, si penyapu gudang.”

Pak Terpin n Dodi spontan tertawa mendengar lelucon Nina. Sedetik kemudian…

“Saya pikir, saya sedang di ambang penemuan ilmiah yang terbesar, Tuan.” Pak Terpin menunjukkan sebuah bungkusan kertas putih yang dibawanya.

“Wah, hebat! Penemuan ilmiah besar biasanya mendatangkan banyak pulus, neh!” teriak Dodi gembira.

Nina terkekeh, “Dasar matre!”

 “Penelitian dan percobaan yang intensif membuat saya berkesimpulan bahwa laba-laba punya kepandaian yang jauh lebih canggih dari pada yang kita duga selama ini, Tuan.” Jelas pak Terpin dengan bangga.

“Oh ya?” Dodi menelan ludah. “Jadi laba-laba punya kepandaian yang luar biasa ya?”

“Dan jauh lebih canggih, tuan Dodi.” Lanjut pak Terpin tersenyum lebar. Di bukanya bungkusan yang di bawanya.

Sebuah papan sebesar papan catur yang pada bagian atasnya di pasang dinding-dinding penyekat dengan lorong-lorong berkelok kesegala arah yang membingungkan dan menyesatkan. Benda itu disebut labirin. Gw rasa, lu tau deh gimana bentuk labirin tersebut, jadi gw ga perlu menjelaskan lebih rinci lagi yee…

“Saya menyusun labirin ini untuk menguji kemampuan orientasi ruang mereka…dan sungguh mengejutkan!” Ujar pak Terpin semakin bersemangat.

Namun raut wajah Dodi tampak memerah n mengkerut bertambah tua sepuluh tahun.

“Hhhhhh….semoga aja ini Cuma lelucon….” Geram Dodi setengah mati menahan diri. Nina geli melihatnya. Bahkan rambut cowo’ itu mulai berdiri tegak.

“Bukankah  hebat  bila  kita  bisa  mengetahui  apa   yang
sedang dipikirkan oleh laba-laba, ’kan tuan Dodi?” Tanya pak Terpin gembira.

Dodi menelan ludah, “Apa mungkin bisa mendapatkan uang dari penemuan tanpa arah seperti itu?”

“Eh, entahlah. Tapi untuk awal, ini menarik, ’kan tuan dodi?” kini pak Terpin menyeringai lebar, membuat Dodi kehilangan kesabaran.

“Maaf pak Terpin. Aku engga perduli meski laba-laba bisa sepintar Einstein! Yang aku lihat, ini Cuma membuang-buang waktu dan dana penelitian! Sekarang, silahkan bapak keluar atau akan ada yang aku pecat hari ini!”

“Tapi tuan…” pak Terpin terkejut. Ini adalah hasil penemuannya yang pertama, n tercanggih. Dia engga ngerti kenapa boss besarnya yang masih kecil itu sama sekali engga menyukainya. Dia ingin mengatakan bahwa dia butuh dana untuk meneruskan penelitiannya.

Namun melihat tampang tuan mudanya yang bermutasi menjadi mengerikan, mungkin sudah waktunya dia minta pensiun dini.

“Inilah hasil penelitian paling engga berguna yang harus dibiayai perusahaan ini….hhhhhhh..!!!!!” teriak Dodi membanting labirin pak Terpin ke lantai dengan geramnya.

“Sabar,Dod.” Bujuk Nina menahan ketawa.

“Engga usah ditahan-tahan, Nin. Gw tau elu mao nertawain gw keras-keras, ‘kan?”

Nina memegang perutnya, “Huahaha…gua hanya geli ngeliat wajah lu begitu ngeliat pak Terpin menunjukkan hasil penelitiannya, Dod….hahaha…”

“Bagus. Ketawalah ampe puas!”  ucap Dodi berkacak pinggang.

Nina kembali tertawa melihat tampang Dodi yang berubah culun. Refleks tangan kanannya bersandar pada pilar yang berdiri tegak disampingnya.

“Niiiin, jangan bersandar disitu…!!!” teriak Dodi cepat. Namun peringatannya sudah terkambat, karena pilar yang disandari Nina keburu tumbang. Bahkan Nina ampir aja ikut terjerembab ke lantai kalo aja dia engga cepat-cepat menyeimbangkan berat tubuhnya. Sayangnya, pilar ajaib itu jatuh tepat mengenai mesin miniatur kuno yang terletak engga berapa jauh dari mereka.

“Ya ampun, apakah mengenai tuasnya?”Tanya Nina merasa bersalah.

“Entahlah.” Dodi menggeleng sambil memperhatikan mesin pengubah ukuran tersebut dengan seksama. Mesin itu tampak bergerak sedikit. Lalu samar-samar lampu di bagian atas mulai menyala.

“Lampunya menyala.” Gumam Nina.

Dodi mengangguk. Dilihatnya mesin itu mulai bergetar pelan, “Wah, kacau! Kayanya mesin itu mulai bekerja.”

“Ya ampun, seram banget. Terus apa yang harus…”

Dodi menangkap tangan Nina, menariknya sekuat tenaga,  “Ayo menyingkir dari jarak tembak mesin itu sebelum…”

“Sebelum apa?” teriak Nina melompat ke samping mengikuti Dodi. Namun sinar mesin pengubah itu sudah memancar jauh tepat ke arah mereka,mengenai mereka, hingga tanpa mereka sadari, tubuh mereka sudah berubah menjadi kecil hingga….

Gdbuukkk!!!!!!!!!!!!!!!!!!......Bluukkkkkkkkk!!!!!!!.Auuu…………Aduuuuhhhhh!!!!......

Mereka terjatuh tepat ditengah-tengah lorong labirin ciptaan pak Terpin!!


***

#Bersambung
#OneDayOnePost
#DayEight
#BayarHutang

Comments

Popular posts from this blog

Lirik Lagu Anak-Anak Indonesia

Fenomena "Sudah Dibaca Jutaan Kali"

Mengapa Novel Bisa Membosankan?